Ditulis oleh AAS.
6:51 Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia.”
6:52 Orang-orang Yahudi bertengkar antara sesama mereka dan berkata: “Bagaimana Ia ini dapat memberikan daging-Nya kepada kita untuk dimakan.”
6:53 Maka kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu.
6:54 Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman.
6:55 Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman.
6:56 Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia.
6:57 Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku.
6:58 Inilah roti yang telah turun dari sorga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati. Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya.”
*A. Konteks*
Konteks terdekat Yohanes 6:51-58 adalah perikop Yohanes 6:25-59 yang diberi judul “Roti hidup” (TB1) atau “Roti kehidupan” (TB2).
Selanjutnya, konteks perikop Yohanes 6:51-58 adalah keseluruhan pasal 6.
Yohanes 6:1-15 “Yesus memberi makan lima ribu orang”
Yohanes 6:16-21 “Yesus berjalan di atas air”
Yohanes 6:22-24 “Orang banyak mencari Yesus”
Yohanes 6:25-59 “Roti kehidupan”
Yohanes 6:60-66 “Banyak murid mengundurkan diri”
Yohanes 6:67-71 “Pengakuan Petrus”
Episode “Roti Kehidupan” itu adalah lanjutan dari episode mukjizat “Yesus memberi makan 5.000 orang” dan lanjutan itu dapat ditafsirkan sebagai refleksi atas mukjizat tersebut karena Yohanes kemudian berbicara tentang Yesus sebagai roti kehidupan.
Mukjizat atas roti jasmaniah itu adalah “tanda” (Yun. semeion) bagi roti rohaniah (Yesus) yang memberi kehidupan kekal.
Selain menjadi refleksi atas mukjizat “Yesus memberi makan 5.000 orang” itu, Yohanes 6:52-58 juga tampaknya adalah refleksi lebih lanjut dari refleksi sebelumnya (ay. 25-51).
Hal itu tampak dari sejumlah kesejajaran antara bagian Yohanes 6:52-58 dan bagian refleksi sebelumnya (ay. 25-51).
Dalam hal ini, ayat 51 lebih tepat untuk dimasukkan ke bagian sebelumnya, bukan ke Yohanes 6:51-58 seperti yang dilakukan tim RCL untuk bahan khotbah Minggu ini.
Namun, sebagai bahan khotbah, ayat 51 tetap perlu dibacakan karena ayat itu menjadi dasar plesetan ala Yohanes di ayat 52.
*B. Plesetan ala Yohanes*
6:51 Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia.”
6:52 Orang-orang Yahudi bertengkar antara sesama mereka dan berkata: “Bagaimana Ia ini dapat memberikan daging-Nya kepada kita untuk dimakan.”
6:53 Maka kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu.
Sebagaimana tampak di atas, ayat 52 mengenai “daging” (harfiah) adalah plesetan dari “daging” (metafora, kiasan) dari ayat 51.
Tokoh “orang Yahudi” salah paham mengenai “daging” (metafora) yang diucapkan Yesus di ayat 51.
Mereka memahaminya sebagai daging beneran (harfiah).
Selanjutnya, berdasarkan salah paham di ayat 52 itu, tokoh Yesus menjelaskan lebih lanjut perihal “daging” (metafora) itu di ayat selanjutnya (ay. 53-58).
Teknik plesetan atau kesalah-pahaman itu adalah gaya sastra khas Yohanes dalam mengembangkan dialog-dialog tokoh Yesus dan lawan bicaranya.
Satu plesetan yang populer, misalnya, adalah tentang “dilahirkan kembali”:
Yesus berbicara dalam level rohaniah (metafora), tetapi Nikodemus salah paham dan mengartikannya dalam level jasmaniah (harfiah).
Pada gilirannya, kesalahpahaman Nikodemus itu “berguna” untuk tokoh Yesus berbicara lebih lanjut mengenai isu Kelahiran Kembali (born again) itu.
Jadi, dialog-dialog Yesus di Injil Yohanes adalah karangan para penulisnya sendiri untuk menyampaikan kesaksian iman mereka tentang Yesus.
*C. Karakterisasi tokoh cerita: “orang Yahudi”*
Dalam percakapan Yesus di Yohanes 6:25-71, ada 4 tokoh cerita yang menjadi lawan bicara-Nya.
1. Tokoh “orang banyak” (ay. 25-40)
2. Tokoh “orang Yahudi” (ay. 41-59)
3. Tokoh “murid-murid Yesus (bukan kelompok 12) (ay. 60-66)
4. Tokoh “dua belas murid Yesus” (ay. 67-71)
Sama seperti dalam bahan khotbah minggu lalu (Yoh. 6:41-51),
dalam bahan khotbah minggu ini, Yohanes 6:51-58,
Yesus juga (masih) bercakap-cakap dengan tokoh kedua, yaitu “orang Yahudi”.
6:41 Maka bersungut-sungutlah orang Yahudi tentang Dia, karena Ia telah mengatakan: “Akulah roti yang telah turun dari sorga.”
6:42 Kata mereka: “Bukankah Ia ini Yesus, anak Yusuf, yang ibu bapa-Nya kita kenal? Bagaimana Ia dapat berkata: Aku telah turun dari sorga?”
6:49 Nenek moyangmu telah makan manna di padang gurun dan mereka telah mati.
6:52 Orang-orang Yahudi bertengkar antara sesama mereka dan berkata: “Bagaimana Ia ini dapat memberikan daging-Nya kepada kita untuk dimakan.”
6:58 Inilah roti yang telah turun dari sorga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati.
Berdasarkan sejumlah cuplikan dari Yohanes 6 itu, Yohanes tampaknya sengaja menggambarkan tokoh “orang Yahudi” secara negatif.
Pertama-tama, mereka disebut “orang Yahudi” (ay. 41, 52) seakan-akan Yesus dan kedua belas murid-Nya bukan orang Yahudi.
Tampaknya di luar dunia cerita, jemaat Yohanes sudah memisahkan diri dari jemaat Yahudi sehingga mereka sudah merasa berbeda dan bisa menyebut pihak lain itu sebagai “orang Yahudi”.
Pada gilirannya, mereka merasa Yesus ada di pihak mereka sehingga tokoh cerita “Yesus” pun dibedakan dari tokoh “orang Yahudi” di dunia cerita Injil Yohanes.
Kedua, tokoh “orang Yahudi” itu digambarkan sebagai kelompok orang yang hanya mampu memahami Yesus pada level jasmaniah atau sosial dan gagal memahami Yesus pada level rohaniah atau teologis (ay. 42, 52).
Ketiga, nenek moyang mereka disebut “nenek moyangmu” (ay. 49, 58) seakan-akan Yesus dan kedua belas murid-Nya memiliki nenek moyang yang berbeda (tersirat: “nenek moyang-Ku”).
Keempat, “nenek moyangmu” bahkan diberi konotasi negatif sebab perihal mereka sudah mati diucapkan berkali-kali (ay. 49, 58) sehingga makna “mati” bukan sekadar mati biologis, melainkan mati teologis, yaitu tidak mengalami “kehidupan kekal dan abadi” seperti yang akan dialami oleh mereka yang makan Roti Kehidupan.
Kelima, tokoh “orang Yahudi” yang bersungut-sungut dan bertengkar itu (ay. 41, 52) mengungkapkan kesamaan mereka dengan “nenek moyang mereka” yang sudah mati itu (Kel. 15:24; 16:2; 17:1-7).
Jadi, perihal bersungut-sungut dan bertengkar adalah bagian dari teknik karakterisasi Yohanes agar karakter “orang Yahudi” itu sama dengan karakter “nenek moyang mereka”.
Dengan kata lain, nasib yang akan dialami tokoh “orang Yahudi” di Yohanes 6 itu tampaknya tidak akan berbeda dari nasib “nenek moyang mereka”, yaitu mati dan tidak mengalami kehidupan kekal dan abadi karena mereka menolak Yesus sebagai Roti Kehidupan yang diturunkan Allah dari Surga.
*D. Kesejajaran antara Yohanes 6:52-58 dan bagian sebelumnya*
*D.1. Makan dan minum // datang dan percaya*
Perihal “makan dan minum” (ay. 53-58) tampaknya memiliki kesejajaran dengan perihal “datang dan percaya” di ayat 35.
6:35 Kata Yesus kepada mereka:
“Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi,
dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.
Yang makan // yang datang — tidak akan lapar lagi.
Yang minum // yang percaya — tidak akan haus lagi.
Perbedaannya ada pada metafora untuk Yesus, yaitu Roti Kehidupan dan “daging dan darah”.
Jadi, “makan daging dan minum darah Yesus” dalam bagian ini sama halnya dengan “datang dan percaya kepada Roti Kehidupan” dalam bagian sebelumnya.
*D.2. Makan dan minum // melihat dan percaya*
Perihal “makan dan minum” (ay. 53-58) tampaknya juga memiliki kesejajaran dengan perihal “melihat dan percaya” di ayat 40.
6:40 Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman.”
Jadi, mereka yang “makan daging dan minum darah Yesus” itu sama halnya dengan mereka yang “melihat dan percaya Sang Anak”.
*D.3. Akibatnya: hidup kekal dan abadi*
Sebagaimana terlihat pada dua contoh di atas, kesejajaran juga tampak pada kesamaan “akibatnya”.
Di Yohanes 6:35, mereka yang datang dan percaya kepada Roti Kehidupan itu tidak akan lapar dan haus lagi; ungkapan “tidak akan lapar dan haus lagi” bisa dimaknai terlepas dari ancaman kematian.
Mereka yang terbebas dari ancaman kematian akan mengalami hidup kekal dan abadi, termasuk akan dibangkitkan pada Akhir Zaman (6:40).
Hal yang sama atau “akibat” yang sama juga akan dialami oleh mereka yang makan daging dan minum darah Yesus, yaitu mengalami hidup kekal dan abadi, termasuk akan dibangkitkan pada Akhir Zaman (6:53, 54).
*D.4. Kesimpulan*
Berdasarkan beberapan kesejajaran dan kesamaan “akibat” itu, bagian Yohanes 6:52-58 tampaknya adalah refleksi lebih lanjut dari refleksi sebelumnya (ay. 25-51) atas “tanda” (mukjizat) pemberian makan 5.000 orang di awal pasal 6 ini.
Penulis bagian ini (6:52-58) mungkin penulis yang sama dan mungkin juga penulis yang berbeda dari penulis bagian sebelumnya (ay. 25-51).
Hal yang agak pasti adalah bagian ini tampaknya ditulis pada tahap yang lebih kemudian, lalu “disisipkan” atau “ditambahkan” ke bagian sebelumnya (ay. 25-51).
Bagian sebelumnya itu berbicara tentang Yesus sebagai Roti Kehidupan yang turun dari Surga dan mereka yang memakannya tidak akan mati, tidak seperti manna yang dimakan nenek moyang orang Yahudi dan mereka mati (ay. 48-51).
Bagian ini (6:52-58) berbicara tentang makan daging dan minum darah Yesus, tetapi kemudian ditutup pada ayat 58 dengan ucapan yang serupa dengan ayat 48-51 itu, yaitu kembali lagi berbicara tentang roti dan manna.
6:58 Inilah roti yang telah turun dari sorga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati. Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya.”
Mengapa kembali ke metafora “roti” lagi di ayat 58?
Mungkin supaya bagian tambahan yang memuat metafora “daging dan darah” (ay. 52-57) tampak lebih menyatu ke bagian sebelumnya.
Bagian tambahan atau sisipan itu “dipeluk” dalam struktur inklusio oleh bagian terdahulu (ay. 25-51) dan ayat penutupnya (ay. 58).
*E. Dari metafora “roti dan daging” beralih ke metafora “daging dan darah”*
6:51 Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia.”
6:52 Orang-orang Yahudi bertengkar antara sesama mereka dan berkata: “Bagaimana Ia ini dapat memberikan daging-Nya kepada kita untuk dimakan.”
6:53 Maka kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu.
Bagian Yohanes 6:52-57 tampaknya ditulis oleh penulis yang berbeda atau ditulis pada tahapan yang berbeda karena isinya berbeda dari bagian sebelumnya.
Untuk kepentingan penafsiran, Yohanes 6:51 sebaiknya dikelompokkan ke bagian sebelumnya, yaitu 6:48-51 atau 6:41-51 seperti yang dilakukan tim RCL untuk bahan khotbah minggu lalu.
Jika Yohanes 6:51 dikelompokkan ke bagian sebelumnya itu, “roti dan daging” Yesus di ayat itu tampaknya merujuk ke roti dan daging yang diberikan Allah kepada Israel-lama dalam Eksodus pertama (Kel. 16:12).
16:11 Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Musa:
16:12 “Aku telah mendengar sungut-sungut orang Israel; katakanlah kepada mereka: Pada waktu senja kamu akan makan daging dan pada waktu pagi kamu akan kenyang makan roti; maka kamu akan mengetahui, bahwa Akulah TUHAN, Allahmu.”
Jadi, dalam konteks Eksodus kedua bagi Israel-baru, Yesus adalah roti dan daging yang dianugerahkan Allah.
Itulah konteks yang lebih cocok untuk Yohanes 6:51.
Namun, untuk kepentingan khotbah Minggu ini, tidak ada salahnya juga Yohanes 6:51 itu dibacakan sebab ayat itu berguna untuk beralih ke topik yang berbeda melalui teknik plesetan atau kesalah-pahaman yang biasa digunakan Yohanes dalam mengembangkan dialog Yesus.
Di ayat 52, tokoh “orang Yahudi” sengaja dibuat salah paham terhadap ucapan Yesus di ayat 51 itu supaya tokoh “Yesus” mendapat kesempatan untuk pindah pembicaraan ke topik “makan daging dan darah Yesus” di ayat 53-57.
Nah, sekarang persoalannya adalah bagaimana memaknai metafora “makan daging dan darah Yesus” itu?
Menurut sy, metafora “makan daging dan darah Yesus” itu merujuk ke ritual “perjamuan khusus” (//perjamuan kudus) dan ke metafora Anak Domba Paskah.
Jadi, Yohanes 6:52-57 ini tampaknya memiliki dua rujukan sekaligus.
*F. Dua rujukan untuk Yohanes 6:52-57*
*F.1. Ritual “perjamuan khusus” di jemaat awal*
Di jemaat awal tampaknya sudah ada ritual “perjamuan khusus” untuk memperingati kematian Yesus dengan “roti dan anggur” seperti diungkapkan Paulus dalam 1Korintus 11:23-26.
Di dunia cerita Injil Yohanes, “perjamuan khusus” tampaknya diberi konteks “perjamuan 5.000 orang” di atas gunung (Yoh. 6:1-15).
Di Injil-injil sinoptik, “perjamuan khusus” itu dibuatkan konteks yang berbeda, yaitu perjamuan malam terakhir (Mrk. 14:22-25; Mat. 26:26-29; Luk. 22:15-20).
Sebaliknya, tidak ada “perjamuan khusus” dalam perjamuan malam terakhir di Injil Yohanes; yang ada adalah pencucian kaki para murid (Yoh. 13:1-17).
Sekalipun Yesus berbicara panjang-lebar sampai 5 pasal di perjamuan malam terakhir itu (Yoh. 13-17), tidak ada satu pun ucapan Yesus mengenai “roti dan anggur” seperti di Injil-injil sinoptik.
Jadi, dalam hal ini, “daging dan darah” dalam konteks “Perjamuan 5.000 orang” di Injil Yohanes dapat disejajarkan dengan “roti dan anggur” atau “tubuh dan darah” dalam konteks “Perjamuan Malam Terakhir” (the Last Supper) di Injil-injil sinoptik.
Selain itu, sekalipun sama dalam hal “darah” (Yun. haima), Yohanes lebih suka memakai kata Yunani “sarx” (daging”) ketimbang kata “soma” (tubuh) seperti yang dipakai para penulis Injil sinoptik.
Satu kesamaan di antara mereka: konteks waktunya adalah di sekitar Paskah (Yahudi).
Baik “perjamuan malam terakhir” versi Injil sinoptik maupun “perjamuan 5.000 orang” versi Injil Yohanes sama-sama di-setting di sekitar Paskah (Yoh. 6:4).
Tampaknya ada kesepakatan di jemaat awal atau jemaat PB untuk mengganti Perjamuan Paskah Yahudi dengan perjamuan khusus dengan “roti dan anggur” yang merujuk pada kematian Yesus yang bersifat menyelamatkan (sacrificial death, redemptive death, salvific death).
Hal itu tampaknya sudah terjadi di jemaat sebelum Paulus (1Kor. 11:23-26).
Ritual perjamuan khusus itu kemudian berkembang menjadi sakramen “Perjamuan Kudus” seperti yang dilakukan gereja saat ini.
Jadi, metafora “daging dan darah Yesus” yang merujuk ke “perjamuan khusus” itu dapat dimaknai sebagai pengurbanan Yesus demi keselamatan dunia.
*F.2. Metafora Anak Domba Paskah*
Metafora “daging dan darah” itu tampaknya juga merujuk ke anak domba Paskah (Eksodus pertama).
Setting “menjelang Paskah” (ay. 4) untuk Yohanes pasal 6 ini tampaknya disengaja Yohanes agar pembacanya berimajinasi atau teringat pada malam Eksodus bangsa Israel dari Mesir.
Pada malam Eksodus itu, anak domba Paskah disembelih oleh bangsa Israel agar dagingnya bisa dimakan dan darahnya bisa dioleskan pada ambang atas pintu dan kedua tiang pintu supaya mereka luput dari tulah terakhir atas Mesir (Kel. 12).
12:5 Anak dombamu itu harus jantan, tidak bercela, berumur setahun; kamu boleh ambil domba atau kambing.
12:6 Kamu harus mengurungnya sampai hari yang keempat belas bulan ini; lalu seluruh jemaah Israel yang berkumpul, harus menyembelihnya pada waktu senja.
12:7 Kemudian dari darahnya haruslah diambil sedikit dan dibubuhkan pada kedua tiang pintu dan pada ambang atas, pada rumah-rumah di mana orang memakannya.
12:8 Dagingnya harus dimakan mereka pada malam itu juga; yang dipanggang mereka harus makan dengan roti yang tidak beragi beserta sayur pahit.
12:23 Dan TUHAN akan menjalani Mesir untuk menulahinya; apabila Ia melihat darah pada ambang atas dan pada kedua tiang pintu itu, maka TUHAN akan melewati pintu itu dan tidak membiarkan pemusnah masuk ke dalam rumahmu untuk menulahi.
Sebagaimana tampak dalam konteks “aslinya”, yaitu Keluaran 12, penyembelihan anak domba itu tampaknya lebih bermakna “pengorbanan” (beda dengan “pengurbanan”), yaitu anak domba itu dikorbankan (dibunuh) agar darahnya bisa dipakai untuk meluputkan orang Israel dari tulah Allah atas Mesir.
Tidak ada makna ritual dalam penyembelihan anak domba itu sebab darahnya hanya berfungsi sekadar penanda: ini rumah orang Israel dan bukan rumah orang Mesir.
Darah anak domba itu tidak menebus apa-apa atau siapa-siapa.
Ia sekadar penanda.
Anak domba Paskah itu tidak disembelih sebagai kurban penghapus dosa atau kurban penghapus salah seperti yang diatur dalam hukum Taurat, misalnya di Imamat 4:1-5:13 dan Imamat 5:14-6:7.
Nah, sehubungan dengan Eksodus kedua bagi Israel baru, Yesus adalah Anak Domba Allah (Yoh. 1:29, 36) yang mati disalibkan pada hari Paskah Yahudi sebagaimana anak domba Paskah (Yoh. 18:28, 39; 19:14).
Sebagaimana anak domba Paskah, tulang-tulang Yesus juga tidak dipatahkan (Yoh. 19:32-36).
Namun, berbeda dari konteks “aslinya” di Keluaran 12 itu, kematian Anak Domba Allah ini tampaknya dikaitkan dengan “dosa” seperti terungkap di Yohanes 1:29.
1:29 Pada keesokan harinya Yohanes melihat Yesus datang kepadanya dan ia berkata: “Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia.
(NRSV) The next day he saw Jesus coming toward him and declared, “Here is the Lamb of God who takes away the sin of the world!
Anak Domba Allah itu “menghapus dosa” (LAI) atau “takes away the sin” (NRSV).
Dalam kaitannya dengan dosa manusia, kematian Anak Domba Allah itu tampaknya bukan sekadar “korban”, melainkan “kurban”.
Dengan kata lain, jika dibandingkan dengan konteks aslinya, ada perubahan pemaknaan dari “korban” menjadi “kurban”.
Hanya saja, dalam konteks Yohanes 6, metafora “Anak Domba Allah” atau “Anak Domba Paskah” ini tampaknya sudah tercampur dengan ritual “perjamuan khusus” sehingga dagingnya untuk dimakan dan darahnya untuk diminum supaya orang dapat mengalami kehidupan kekal dan abadi (ay. 53-54).
Artinya, di sini perihal kehidupan kekal dan abadi lebih ditekankan ketimbang perihal dosa dan penghapusan dosa.
Tidak ada kata “dosa” dan “penghapusan dosa” di Yohanes 6 ini, sedangkan perihal “kehidupan kekal dan abadi” sering diulang di sejumlah ayat.
*G. Kronologi Keselamatan*
6:53 Maka kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu.
6:54 Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman.
6:55 Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman.
6:56 Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia.
6:57 Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku.
Yohanes tampaknya memiliki semacam konsep tentang “kronologi keselamatan”.
Pertama-tama, ada Yesus yang diutus Allah, Bapa-Nya, sebagai Roti Kehidupan, sebagai Anak Domba Paskah, yang daging dan darah-Nya dapat memberikan kehidupan kekal dan abadi.
Kedua, kehidupan kekal dan abadi dapat dialami hanya jika orang memakan “daging dan darah” Yesus.
Artinya, orang harus “datang dan percaya” (6:35) atau “melihat dan percaya” (6:40) kepada Yesus.
Selanjutnya, metafora “memakan daging dan meminum darah Yesus” memberi gambaran yang lebih kuat mengenai langsung menyatunya makanan itu dengan orang yang memakannya sehingga “ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia” (6:56).
Jadi, kehidupan kekal itu terjadi langsung pada saat orang “memakan daging dan meminum darah Yesus”, yang artinya pada saat orang percaya kepada Yesus (bnd. Yoh. 17:3).
Sekadar catatan mengenai metafora:
gambaran metaforis “memakan daging dan meminum darah Yesus” itu cukup dibayangkan atau diimajinasikan saja dan tidak perlu sampai dibuatkan dogma mengenai perubahan wujud “daging dan darah” itu menjadi tubuh Yesus beneran.
Metafora adalah bahasa gambaran dan biarlah gambarnya tetap menjadi gambar.
Kalau pembaca merasa ngeri atau tidak nyaman dengan metafora itu, silakan skip atau ganti dengan metafora yang terasa lebih cocok di hati, misalnya, “memakan Roti Kehidupan” atau metafora kontekstual “memakan Nasi Kehidupan”.
Namun, risikonya atau konsekuensinya adalah pembaca akan kehilangan gambaran alkitabiah yang ingin diungkapkan melalui metafora religius yang di-skip itu.
*H. Catatan tentang ungkapan “kehidupan kekal dan abadi”*
Sy sengaja memakai ungkapan “kehidupan kekal dan abadi”.
Dengan istilah “kekal”, sy ingin menekankan kualitas kehidupan yang dialami oleh orang yang percaya dan bersekutu dengan Yesus sebagaimana tampak di Yohanes 6:53, 54, 56, 57 (juga di bagian sebelumnya: 6:33, 40, 45-47).
Dengan istilah “abadi”, sy ingin menekankan kuantitas (lamanya) kehidupan yang dialami oleh orang yang percaya dan bersekutu dengan Yesus sebagaimana tampak di Yohanes 6:54 (juga di bagian sebelumnya: 6:35, 39, 44, 50-51).
Dengan kata lain, Yohanes tampaknya memiliki dua konsep tentang keselamatan:
– keselamatan di masa kini (kualitas kehidupan dalam persekutuan dengan Yesus dan Allah) dan
– keselamatan di Akhir Zaman (hidup abadi pada saat Kebangkitan orang mati di Akhir Zaman).
*I. Penutup*
Berbeda dari metafora “roti dan daging” di Yohanes 6:41-51, metafora “daging dan darah” di Yohanes 6:52-58 tampaknya lebih merujuk ke Paskah Eksodus pertama sekaligus ke ritual “perjamuan khusus” untuk menghayati kematian Anak Domba Allah.
Anak Domba Allah itu memberikan “daging dan darah”-Nya untuk dimakan dan diminum agar orang yang memakan daging-Nya dan meminum darah-Nya dapat mengalami kehidupan kekal dan abadi.
Anugerah Allah di dalam diri Anak Domba Paskah-Nya harus ditanggapi dengan iman supaya orang dapat mengalami persekutuan dengan Yesus dan Allah dalam kehidupan kekalnya saat ini dan supaya ia dibangkitkan dalam kehidupan abadi di Akhir Zaman.
Jkt, Agustus 2024
AAS
Add Comment