Ringkasan khotbah Ps Judah Smith
Bacaan: Lukas 10:25-37
Seorang guru agama datang menanyai Yesus – apa yang harus diperbuatnya untuk beroleh hidup kekal. Yesus bertanya balik kepadanya. Dengan tangkas guru itu menjawab dengan sempurna tentang segala hukum. Dengan tenang Yesus menjawab, “..perbuatlah demikian”
Sang guru agamawi ini tercenung dan menyadari bahwa tidak mungkin baginya untuk melakukan segala hukum itu dengan sempurna. Karena itu ia berusaha mencari pembenaran, lalu ia bertanya, “Memang siapa sesamaku?”
Saya bukan seorang pengemudi yang hebat. Satu kali waktu menyetir dengan sepupu saya, saya kelupaan mengisi bensin dan kehabisan. Saya mencari pom bensin dan saya bahkan lupa di sebelah mana tangki bensinnya. Sepupu saya terheran-heran waktu saya kebingungan, lalu menunjukkan di dashboard di depan saya ada penunjuknya di mana tangki bensin itu berada.
Waktu kecil di sekolah minggu, ada seorang guru sekolah minggu yang akan mengajukan pertanyaan, misalnya, “Siapa yang membelah laut merah?” Dengan semangat saya mengacung dan berteriak, “Tuhan Yesus!” Gurunya terdiam dan berpikir dan akhirnya mengiyakan. Seharusnya jawabannya Musa, tetapi pada prinsipnya Tuhanlah yang membelah dan Yesus adalah Tuhan. Saat yang lain ia bertanya,”Siapa yang mengalahkan Goliat?” Dengan semangat saya berseru, “Tuhan Yesus!” Gurunya cuma terdiam dan mengiyakan lagi.
Demikian juga dalam hidup, kita sering melupakan kesederhanaan jawaban akan semua masalah hidup kita. Jawabannya hanya Yesus, namun kita sering berusaha mencari jawaban lain. Saat relationship kita dengan Tuhan bukan lagi tentang Yesus – maka perasaan kita akan selalu turun naik.
Pandanglah Yesus – Dia adalah kunci untuk memahami segala sesuatu dalam hidup kita.
Kembali pada kisah guru agama tersebut, dia hendak bertanya apa yang perlu ia lakukan, seolah-olah ia mampu dan layak untuk memperoleh hidup kekal itu oleh dirinya sendiri.
Dan Tuhan Yesus seolah mau sampaikan pada guru agama itu, “Ok, kalo kamu mau pake jalan lewat hukum, menurutmu harus bagaimana?”
Yesus hendak sampaikan pada guru agama itu, kalau ia pikir bisa memperoleh hidup kekal lewat ketaatannya akan hukum, sanggupkah ia menjalaninya dengan sempurna? Dia hendak menunjukkan bahwa tiada harapan bagi kita lewat jalan itu. Selama seseoang merasa dirinya benar, ia tidak membutuhkan uluran Yesus.
Tuhan Yesus adalah seorang ahli dalam story-telling. Dan mulailah Dia memberikan jalan keluar bagi guru agama itu.
Yesus menceritakan tentang suatu kejadian yang umum terjadi di sepanjang jalan utama antara Yerusalem dan Yeriko. Pada masa itu, sering terjadi para pengguna jalan dirampok ketika lewat situ. Dan dikisahkan seorang Yahudi yang dirampok, dipukuli, terluka dan ditinggalkan setengah mati di jalan.
Lalu Tuhan Yesus bilang ‘secara kebetulan’ seorang imam lewat. Kerumunan orang yang mendengar cerita Yesus lalu berpikir tentulah imam yang agamawi ini akan menolong.
Tetapi, tidak ….
Lalu lagi seorang Lewi lewat ..
tetapi juga hanya lewat!!
Bahkan mereka berusaha mencari jalan lain, lewat seberang agar tidak dekat-dekat orang yang celaka tersebut.
Lalu lewatlah seorang Samaria.
Kerumunan orang-orang Yahudi mungkin mulai berbisik ,”Oh, mudah-mudahan orang Samaria itu tidak menolongnya!” Orang-orang Yahudi membenci dan merendahkan orang-orang Samaria.
Namun Yesus terus bercerita bahwa orang Samaria itu melihat orang Yahudi itu dan berbelas kasihan kepadanya. Orang Samaria itu turun dari tunggangannya, merawat orang yang terluka itu dan menaikkan dia ke tunggangannya.
Dapat dibayangkan kerumunan itu tentu kecewa dengan plot cerita tersebut.
Lalu orang Samaria itu membawa orang yang terluka tersebut ke sebuah penginapan dan menyuruh sang penjaga untuk merawatnya dan bahkan meninggalkan ‘nomor kartu kreditnya’ sekiranya ada biaya tambahan.
Ketika Tuhan Yesus bertanya lagi jadi siapakah sang sesama kita. Guru agama itu bahkan tetap tidak bersedia menyebut kata “Samaria” dan hanya bergumam bahwa tentulah orang yang telah berbelas kasihan. Guru agama itu ingin menunjukkan bahwa dengan kesalehannya ia bisa selamat namun ketika Yesus berkata lakukan saja, sesungguhnya tidak ada yang sanggup.
Dia ingin agar orang-orang sadar bahwa mereka tidak bisa memenuhi standar yang sesungguhnya. We are all hopeless on our own
Seperti halnya orang yang melewati jalan itu, bukankah kita semua juga adalah pelancong? Kita berjalan dari satu titik ke titik tujuan dan kita selalu berpikir saat kita sampai ke tujuan nanti kita akan merasa puas. Namun ternyata kepuasan itu tidak pernah ada dan kita terus menerus melancong dari satu titik ke tujuan laimnya, mencari kepuasan.
Orang yang terluka itu ditinggalkan ‘setengah mati’. Ketika imam lewat, yang merupakan simbol dari hukum dan aturan agama, ia tidak dapat menyembuhkan keadaan ini. Rasa tertuduh dan malu bahkan memperburuk keadaan.
Lalu si orang Lewi lewat, ia adalah simbol status dan kehormatan, seperti karir dan kemuliaan dunia, namun juga ia tak dapat menyelamatkan keadaan.
Orang Samaria yg baik hati itu adalah simbol dari Tuhan Yesus. Dia ditolak oleh orang Yahudi. Dia terus menerus datang kepada kita. Seperti halnya orang Samaria itu yang menaruh orang yang terluka itu ke atas tunggangannya, demikian juga Yesus menukar tempatNya bagi kita.
Ketika orang Samaria itu berkata bahwa dia akan datang kembali, bukankah ini mengingatkan kita akan Yesus yang akan datang kembali?
Kita adalah bagian dari penginapan ini. Kita adalah para penjaga penginapan ini, yang Tuhan Yesus tugaskan untuk merawat orang-orang yang terluka sampai Yesus datang kembali. Kita yang ditugaskan untuk merawat orang-orang yang terluka itu agar mereka tahu tentang kasih karunia, anugerah, belas kasihan dan kebaikan Kristus.
Ringkasan khotbah Ps Judah Smith, 2 September, NCC Singapore.
Ps Judah Smith adalah seorang pendeta dari gereja Churchhome, Seattle, USA
Add Comment