freshGrace

Melukis Kasih Karunia

Oleh: Henry SL

Saya iseng belajar melukis. Ya, ngga tahu apakah sudah telat ngga untuk memulai  🙂 . Waktu kecil saya suka menggambar dan mencorat-coret. Entah berapa kali saya dimarahi papa karena menggambari dinding rumah, dan karena lama tidak dicat ulang, corat-coret itu terdampar di sana untuk waktu yang cukup lama. Waktu tambah besar, saya mengerti kalau menggambar itu harus di atas kertas, he-he-he.

Saya berhenti melukis waktu kelas 2 SMA kalau tidak salah. Yang saya ingat, guru seni rupa saya mengacung-acungkan lukisan saya di depan kelas dan mengejek-ejeknya serta mempermalukan saya di depan murid-murid. Sejak itu saya selalu berpikir kalau saya tidak bisa melukis. Saya tidak punya bakat.

Dan waktu pun berlalu.

Nah, karena ada teman yang bisa diajak, iseng-lah, saya mengikuti kelasnya. Coba-coba saja. Melukis pake acrylic on canvas. Biasanya Cuma pernah pake spidol sama pensil warna.

Nah, tulisan ini bukan artikel tentang teknik melukis, ya. Saya cuma tertarik dan terperanjat ketika instruktur kami (seorang seniman impressionist) mengatakan, “Melukis itu tergantung dari bagaimana kamu melihatdan bukan dari keahlian tangan…yang penting itu harus melihat dengan benar, karena kalau kamu melihat dengan benar, niscaya tangan akan mengikuti…”

Saya jadi melihat analoginya dalam hidup. Kalau kita melihat dengan benar, maka tangan kita akan melukis dengan baik pula. Kalau apa yang kita percayai benar, maka hidup kita akan benar pula. If we’re believing right, then we will live right.

Kalau saja kita tahu, melihat dan mengecap betapa dahsyat dan tak berkesudahan dan tanpa pamrih, kasih karunia Tuhan, hidup kita akan diliputi dengan kekuatan ajaib untuk hidup benar. Mana yang akan membuat kita hidup benar? Apakah aturan-aturan agamawi dan hukum-hukum serta ketakutan akan api neraka? Ataukah kelimpahan kasih karunia, pengampunan tak berkesudahan, kebaikan tanpa pamrih yang akan mendorong kita hidup benar?

Penghakiman dan hukum penuh dengan tuduhan dan daftar kesalahan. Seperti guru seni rupa saya di atas, ketika dia mengacung-acungkan “keburukan” lukisan saya. Demikian juga, dalam hidup, selalu ada oknum yang tak hentinya menuduh kita, mendakwa kita, mencap kita “tidak layak” dan mengacung-acungkannya di depan pikiran kita.

Tapi, lihatlah. Therefore, there is now no condemnation for those who are in Christ Jesus, kata surat Roma 8:1. Ngga ada lagi penghukuman, kita udah bebas. Kita hidup dalam kasih karunia. Kita hidup karena kita melihat dan mengalami dan hidup di dalam Roh dan berbuah. Ngga ada hukum yang bisa menentang itu.

Add Comment

Klik sini untuk komentar