Ulasan RCL

Ulasan Bahan Khotbah RCL: Markus 6:1-13

Ditulis oleh: AAS (Dimuat seizin penulis).

6:1 Kemudian Yesus berangkat dari situ dan tiba di tempat asal-Nya, sedang murid-murid-Nya mengikuti Dia.
6:2 Pada hari Sabat Ia mulai mengajar di rumah ibadat dan jemaat yang besar takjub ketika mendengar Dia dan mereka berkata: “Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya?
6:3 Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?” Lalu mereka kecewa dan menolak Dia.
6:4 Maka Yesus berkata kepada mereka: “Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya.”
6:5 Ia tidak dapat mengadakan satu mujizat pun di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya atas mereka.
6:6a Ia merasa heran atas ketidakpercayaan mereka.

6:6b Lalu Yesus berjalan keliling dari desa ke desa sambil mengajar.
6:7 Ia memanggil kedua belas murid itu dan mengutus mereka berdua-dua. Ia memberi mereka kuasa atas roh-roh jahat,
6:8 dan berpesan kepada mereka supaya jangan membawa apa-apa dalam perjalanan mereka, kecuali tongkat, roti pun jangan, bekal pun jangan, uang dalam ikat pinggang pun jangan,
6:9 boleh memakai alas kaki, tetapi jangan memakai dua baju.
6:10 Kata-Nya selanjutnya kepada mereka: “Kalau di suatu tempat kamu sudah diterima dalam suatu rumah, tinggallah di situ sampai kamu berangkat dari tempat itu.
6:11 Dan kalau ada suatu tempat yang tidak mau menerima kamu dan kalau mereka tidak mau mendengarkan kamu, keluarlah dari situ dan kebaskanlah debu yang di kakimu sebagai peringatan bagi mereka.”
6:12 Lalu pergilah mereka memberitakan bahwa orang harus bertobat,
6:13 dan mereka mengusir banyak setan, dan mengoles banyak orang sakit dengan minyak dan menyembuhkan mereka.

Catatan:

TB2 membuat koreksi signifikan di ayat 11.

6:11 Kalau ada suatu tempat yang tidak menerima kamu dan tidak mendengarkan kamu, keluarlah dari situ dan kebaskanlah debu yang di telapak kakimu sebagai kesaksian terhadap mereka!”

A. Dua perikop?

Bahan khotbah RCL Minggu ini adalah Markus 6:1-13.

Markus 6:1-13 terdiri dari dua perikop:

  • Markus 6:1-6a “Yesus ditolak di Nazaret”
  • Markus 6:6b-13 “Yesus mengutus kedua belas rasul”

Sy tidak tahu apa alasan tim RCL “menyatukan” dua perikop itu sebab, menurut sy, perikop pertama lebih cocok dihubungkan dengan perikop atau bagian sebelumnya, sedangkan perikop kedua lebih cocok dihubungkan ke perikop atau bagian sesudahnya.

Dengan kata lain, Markus 6:1-6a lebih tepat untuk dianggap sebagai “penutup” bagian sebelumnya, sedangkan Markus 6:6b-13 lebih tepat untuk dianggap sebagai “pembuka” bagian berikutnya.

Akibatnya, mungkin tidak mudah menyusun khotbah dari dua perikop itu.
Akan lebih mudah mengkhotbahkan salah satu perikop saja.

Dalam hal ini, sy mengikuti pembagian Injil Markus yang dilakukan Drewes dalam buku Satu Injil Tiga Pekabar (hlm. 110).

Sy kutipkan khusus bagian itu saja:

I.2. Markus 3:7-6:6a Kegiatan Yesus makin meluas dan ketidakpercayaan orang;

I.3. Markus 6:6b-8:26 Yesus memberi keselamatan kepada orang Yahudi dan bukan Yahudi, dan kebutaan para murid; 8:22-26 jembatan antara I.3 [dan] II.1.

B. Konteks

  1. Konteks Markus 6:1-6a

Kumpulan empat cerita mukjizat di Markus 4:35-5:43 tampaknya sengaja ditutup Markus dengan cerita Penolakan Nazaret (6:1-6a).

Dalam dua cerita mukjizat terakhir (Mrk. 5:21-43), Yesus dapat melakukan mukjizat-Nya karena iman perempuan yang sakit pendarahan dan iman Yairus yang anaknya sakit lalu meninggal dunia.

Namun, karena orang Nazaret menolak untuk percaya kepada Yesus, Yesus tidak dapat melakukan mukjizat-Nya di sana kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit saja (6:5).

Jadi, tema yang mempertalikan Markus 6:1-6a dengan bagian sebelumnya adalah tentang iman kepada Yesus.

Markus 6:1-6a dapat dianggap sebagai “penutup” yang anti-klimaks.

Alih-alih disambut dengan iman, Yesus malah disambut dengan ketidakpercayaan dan penolakan di kampung halaman-Nya sendiri bahkan di antara keluarga-Nya sendiri, orang-orang terdekatnya.

  1. Konteks Markus 6:6b-13

Sebagaimana tampak dalam pembagian Drewes di atas, Markus 6:6b-13 lebih cocok untuk ditempatkan dalam konteks Markus 6:6b-8:26.

Lalu, sehubungan dengan tokoh “12 rasul Yesus”, tema yang menjadi benang merahnya adalah “kebutaan para murid” (sy mengutip rumusan Drewes).

Jadi, sekalipun kedua belas rasul itu sudah diberi kuasa dan diutus ke mana-mana seperti diceritakan di Markus 6:6b-13, pada cerita selanjutnya Markus menggambarkan mereka sebagai murid yang belum paham siapa Yesus sesungguhnya.

Misalnya saja, sesudah mukjizat Yesus memberi makan 5.000 orang dan Yesus berjalan di atas air, Narator menutup cerita itu dengan informasi berikut:

6:51 Lalu Ia naik ke perahu mendapatkan mereka, dan angin pun redalah. Mereka sangat tercengang dan bingung,
6:52 sebab sesudah peristiwa roti itu mereka belum juga mengerti, dan hati mereka tetap degil.

Bahkan, sesudah mukjizat Yesus memberi makan 4.000 orang, para murid belum juga mengerti sehingga tokoh Yesus tampaknya marah-marah di Markus 8:17-21.

Puncak dari bagian ini adalah pengakuan Petrus, “Engkau adalah Mesias!” (Mrk. 8:29).

Pada akhirnya, para rasul “mulai” mengerti.

Sy katakan “mulai” sebab di bagian selanjutnya Petrus malah memperlihatkan ketidakmengertiannya mengenai kemesiasan Yesus sehingga ia ditegur keras oleh Yesus (Mrk. 8:31-9:1).

8:33 Maka berpalinglah Yesus dan sambil memandang murid-murid-Nya Ia memarahi Petrus, kata-Nya: “Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”

C. Tafsir Markus 6:1-6a

C.1. Setting tempat: “tempat asal-Nya”

LAI memberi judul “Yesus ditolak di Nazaret” sekalipun tidak ada kata “Nazaret” di cerita itu.

Narator hanya mengatakan “Yesus … tiba di tempat asal-Nya.”

Jadi, tempat asal Yesus = Nazaret.

Hal itu bisa disimpulkan berdasarkan bagian sebelumnya: Markus 1:9, 24.

Setting tempat “tempat asal-Nya” itu penting sebab setting itu (akan) dihubungkan dengan ucapan yang menjadi inti atau kerangka cerita episode ini, yaitu ucapan di Markus 6:4.

6:4 Maka Yesus berkata kepada mereka: “Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya.”

C.2. Setting tempat: rumah ibadat

Setting tempat Yesus mengajar di Nazaret adalah rumah ibadat (Mrk. 6:2).

Itulah terakhir kali Yesus diceritakan masuk ke sinagoge.
Sesudah itu, Yesus tidak pernah lagi ke sinagoge.

Mungkin situasi di dunia cerita itu mencerminkan situasi di dunia nyata Markus, yaitu jemaat Markus (atau jemaat sebelum Markus) mulai ditolak di sinagoge.

Hal itu terungkap juga dalam ucapan tokoh Yesus di Markus 13:9.

13:9 Tetapi kamu ini, hati-hatilah! Kamu akan diserahkan kepada majelis agama dan kamu akan dipukul di rumah ibadat dan kamu akan dihadapkan ke muka penguasa-penguasa dan raja-raja karena Aku, sebagai kesaksian bagi mereka.

Ucapan Yesus yang bersifat “nubuatan” (belum terjadi) di dunia cerita itu kemungkinan sudah terjadi di dunia nyata penulis Markus.

Artinya, sudah terjadi penolakan bahkan penganiayaan di sinagoge.

C.3. Dari kekaguman berubah menjadi kekecewaan dan penolakan

Drama di Nazaret itu lebih didominasi oleh ucapan para tokohnya ketimbang aksi (action) mereka.

Oleh karena itu, ucapan para tokohnya layak diperhatikan detailnya.

Sesudah Yesus mengajar, jemaat yang hadir di sinagoge memberi tanggapannya.

a. Tanggapan kekaguman terhadap isi ajaran Yesus

“Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya?” (Mrk. 6:2)

Ajaran Yesus dianggap berisi “hikmat” (Yun. sofia).

Di seluruh Injil Markus, istilah “sofia” (Yun.) hanya dipakai di sini.

b. Tanggapan kekaguman terhadap mukjizat Yesus

“Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya?” (6:2)

Pembaca yang terlalu kritis mungkin akan mempertanyakan:
“Kok mukjizat? Bukankah di sinagoge Nazaret itu Yesus hanya mengajar?”

Itu benar.

Namun, Markus ingin pembaca Injilnya mengandaikan bahwa apa yang sudah diketahui pembacanya sama dengan apa yang diketahui jemaat sinagoge di dunia ceritanya.

Nah, pembacanya sudah diberi tahu atau sudah diceritakan sejumlah mukjizat yang Yesus sudah lakukan sebelum episode Nazaret ini.

Jadi, ucapan mengenai mukjizat di Markus 6:2 itu merujuk ke mukjizat-mukjizat yang sudah terjadi di bagian sebelumnya.

c. Asal usul Yesus sebagai alasan penolakan

Jemaat sinagoge di tempat asal Yesus itu mengenal “siapa” Yesus secara sosial.

6:3 Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?” Lalu mereka kecewa dan menolak Dia.

Pertama, Yesus dikenal sebagai tukang kayu.

Jadi, menurut Markus, sebelum menjadi pemberita Injil Kerajaan Allah yang diawali dengan pembaptisan-Nya, Yesus adalah seorang tukang kayu (Mrk. 1:9; 1:14-15).

1:9 Pada waktu itu datanglah Yesus dari Nazaret di tanah Galilea, dan Ia dibaptis di sungai Yordan oleh Yohanes.

1:14 Sesudah Yohanes ditangkap datanglah Yesus ke Galilea memberitakan Injil Allah,
1:15 kata-Nya: “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!”

Kedua, seluruh keluarga Yesus dikenal.

Ibu Yesus dikenal bernama Maria.

Saudara laki-lakinya dikenal bernama: Yakobus (sulung), Yoses, Yudas, dan Simon (bungsu).

Saudara-saudara perempuannya juga dikenal tetapi karena perempuan dianggap tidak penting, nama mereka tidak disebutkan.

(Mengapa nama ayah Yesus tidak disebutkan?
Sy akan bahas hal itu di bagian akhir tulisan ini: “F. Penasaran: Kok tidak ada nama Yusuf?”.)

Singkat kata, Yesus tampaknya hanya dianggap orang “biasa” yang tidak layak untuk dihormati, apalagi untuk dianggap sebagai orang yang mendapat kuasa Allah.

Mereka lalu menjadi kecewa sendiri dan menolak Yesus.

Dengan demikian, sikap mereka sama dengan sikap keluarga Yesus dan ahli Taurat Yerusalem yang menolak Yesus karena menganggap Yesus sudah gila dan kerasukan Beelzebul (Mrk. 3:21-22).

Kesamaan ini akan dieksplisitkan dalam ucapan Yesus di Markus 6:4.

C.4. Tanggapan Yesus

Ucapan Yesus di Markus 6:4 tampaknya memuat inti atau kerangka cerita dari episode di Nazaret ini, yaitu bahwa Yesus ditolak di tempat asal-Nya sendiri, bahkan ditolak di keluarga dan rumah-Nya sendiri.

6:4 Maka Yesus berkata kepada mereka: “Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya.”

Sekali lagi, pembaca yang terlalu kritis mungkin akan mempertanyakan:
“Kok di tempat asalnya, di keluarganya dan di rumahnya? Bukankah Yesus hanya mengajar di sinagoge dan yang menolak hanya jemaat yang hadir di sana?”

Itu benar.

Namun, Markus tampaknya ingin pembacanya menganggap jemaat di sinagoge itu sebagai perwakilan seluruh penduduk Nazaret yang mengenal siapa Yesus secara sosial (6:3).

Sedangkan “di keluarganya dan di rumahnya” disebutkan Markus di sini untuk mengingatkan pembacanya pada penolakan keluarganya di Markus 3:21, saat mereka menganggap Yesus sudah gila.

Jadi, penolakan di Nazaret itu lengkap: semua orang di dalam rumah dan semua orang di luar rumah sama-sama menolak Yesus.

Mereka tahu bahwa Yesus sudah mengajar dengan hikmat dan sudah melakukan banyak mukjizat.

Namun, mereka tetap yakin bahwa Yesus hanyalah orang “biasa” yang seluruh keluarganya juga mereka kenal.

Dengan kata lain, mereka tidak percaya bahwa hikmat dan kuasa mukjizat yang dimiliki Yesus itu berasal dari Allah.

Mereka memutuskan untuk tidak percaya kepada Yesus.

Jadi, pengetahuan tentang ajaran dan mukjizat Yesus tidak otomatis bisa membuat orang menjadi percaya kepada Yesus.

Prinsip “jika aku melihat mukjizat, barulah aku akan percaya kepada Tuhan” tampaknya tidak berlaku untuk kasus Yesus.

Mungkin itu sebabnya Markus pun menekankan kebalikannya: kamu harus percaya lebih dulu, barulah kamu akan melihat mukjizat Yesus.

Iman dulu baru mukjizat,
bukan mukjizat dulu baru iman.

C.5. Iman versus tidak beriman

Markus menutup episode “Penolakan Nazaret” ini dengan mengeksplisitkan temanya, yaitu perihal iman dan mukjizat.

6:5 Ia tidak dapat mengadakan satu mujizat pun di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya atas mereka.
6:6a Ia merasa heran atas ketidakpercayaan mereka.

Dengan demikian, episode ini bisa dianggap sebagai episode “penutup” dari kumpulan empat cerita mukjizat di bagian sebelumnya (Mrk. 4:35-5:43) karena kumpulan itu bertema sama: iman dan mukjizat.

Perbedaannya begini: sementara perempuan yang sudah sakit pendarahan 12 tahun dan Yairus yang anaknya meninggal dunia itu memilih untuk beriman kepada Yesus (Mrk. 5:21-43), penduduk Nazaret atau “tempat asal Yesus” malah memilih untuk tidak beriman kepada Yesus.

Perbedaan “iman dan tidak beriman” itu pada gilirannya berpengaruh pada mukjizat Yesus.

Bagi orang yang beriman, mukjizat Yesus terjadi: perempuan itu sembuh dan anak Yairus dihidupkan kembali.

Bagi orang yang tidak beriman, mukjizat Yesus tidak terjadi.

Itulah yang ingin ditekankan Markus di ayat 5 itu:
”Ia tidak dapat mengadakan satu mukjizat pun di sana”.

Namun, Markus menjadi tampak kurang konsisten dengan menambahkan anak kalimat:
“kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya atas mereka”.

Markus tidak menjelaskan mengapa ia tidak konsisten atau mengapa ia menambahkan “pengecualian” itu.

Mungkin tambahan pengecualian itu sekadar supaya ceritanya lebih terasa wajar.

”Masa sih Yesus sama sekali tidak melakukan satu pun mukjizat di sana?”

”Okelah, okelah, aku tambahin sedikit pengecualian biar kamu nggak penasaran, Bro!”

“Oke, thanks. Tapi aku masih penasaran: kok Yesus bisa merasa heran atas ketidakpercayaan mereka? Yesus kan Tuhan, kok bisa heran?”

“Halah, kejauhan itu, Bro. Aku cuma mau bilang bahwa ketidakpercayaan mereka itu keterlaluan banget!”

D. Tafsir Markus 6:6b-13

Sebagaimana sy jelaskan di butir “B.2. Konteks Markus 6:6b-13”,
perikop ini lebih cocok untuk dimasukkan ke bagian selanjutnya, yaitu Markus 6:6b-8:26.

Berdasarkan konteks itu, tema yang berkaitan dengan “kedua belas rasul” adalah kebutaan para murid (termasuk kedua belas rasul itu).

Namun, kebutaan para murid Yesus itu belum dieksplisitkan di perikop ini.

Di perikop yang diberi judul “Yesus mengutus kedua belas rasul” ini, Markus tampaknya lebih ingin melanjutkan ceritanya tentang kedua belas rasul Yesus.

D.1. Siapakah rasul Yesus?

Berdasarkan kronologi Injil Markus, para rasul Yesus adalah:

  • orang yang dipanggil secara khusus oleh Yesus untuk menjadi saksi dan utusan-Nya yang “menjala manusia” atau “memberitakan Injil” (Mrk. 1:16-20; 3:13-19)
  • sejak dipanggil Yesus, mereka mengikuti Yesus dan menjadi saksi atas semua ajaran dan mukjizat Yesus (Mrk. 1:21-6:6b)
  • sebelum pergi diutus Yesus, mereka diberi kuasa untuk mengusir setan dan roh jahat (Mrk. 3:15; 6:7)
  • mereka memberitakan hal yang sama dengan yang diberitakan Yohanes Pembaptis dan Yesus, yaitu bahwa orang harus bertobat (Mrk. 6:12; bnd. 1:4; 1:15)
  • mereka juga diberi kuasa untuk menyembuhkan penyakit (Mrk. 6:13)
  • pada mulanya mereka “buta” dan tidak bisa melihat siapa Yesus sesungguhnya (Mrk. 6:51-52; 8:17-21)
  • kemudian, sama seperti mata orang buta di Betsaida yang disembuhkan Yesus secara bertahap (Mrk. 8:22-26), demikian pula mata rohani mereka makin dibukakan sehingga mereka mulai menyadari bahwa Yesus adalah Mesias (Mrk. 8:29)

Jadi, para rasul atau utusan Yesus adalah perpanjangan tangan Yesus, yang memberitakan Injil dalam ajaran maupun tindakan, yang menjadi saksi dan mempersaksikan bahwa Yesus adalah Mesias yang dipenuhi kuasa Allah.

D.2. Lebih banyak yang dilarang ketimbang yang diperbolehkan?

6:7 Ia memanggil kedua belas murid itu dan mengutus mereka berdua-dua. Ia memberi mereka kuasa atas roh-roh jahat,
6:8 dan berpesan kepada mereka supaya jangan membawa apa-apa dalam perjalanan mereka, kecuali tongkat, roti pun jangan, bekal pun jangan, uang dalam ikat pinggang pun jangan,
6:9 boleh memakai alas kaki, tetapi jangan memakai dua baju.

Sekalipun jumlahnya dua belas, mereka hanya boleh pergi berdua-dua saja.

Tampaknya “dua” itu bukan hanya jumlah maksimal, melainkan juga jumlah minimal.

Mengapa minimal berdua?

Ada dua tafsiran umum mengenai hal itu.

Pertama, itu kebiasaan setempat yang berkaitan dengan keamanan dan kenyamanan dalam perjalanan.

Lebih aman dan nyaman bepergian berdua ketimbang sendirian.

Kedua, dalam hukum Yahudi, suatu kesaksian baru dianggap sah jika diberikan oleh minimal dua orang saksi.

Sy memilih tafsiran kedua dan “alasan” sy ada di ayat selanjutnya (ay. 11).
Sy akan jelaskan lebih lanjut di butir “D.4. Siap untuk ditolak”.

Selain hanya boleh pergi berdua-dua itu, banyak hal yang tidak boleh dibawa.

Pertama-tama dikatakan “jangan membawa apa-apa dalam perjalanan” (Mrk. 6:8a).
Itu prinsipnya.

Berikutnya adalah contoh penerapannya.
Contoh yang tidak boleh dibawa: roti, bekal, uang, dan baju cadangan.
Contoh yang boleh dibawa: tongkat dan alas kaki.

Artinya, mereka tidak boleh bawa bekal dalam bentuk apapun.

Lalu, bagaimana mereka bisa bertahan hidup?

Mungkin ayat selanjutnya memberi jawabannya:

6:10 Kata-Nya selanjutnya kepada mereka: “Kalau di suatu tempat kamu sudah diterima dalam suatu rumah, tinggallah di situ sampai kamu berangkat dari tempat itu.

Jadi, mereka bisa bertahan hidup jika mereka diterima di suatu rumah.

D.3. Mengapa ada perintah “tinggallah di situ”?

Di Markus 6:10 itu, ada perintah “tinggallah di situ”.

Artinya, para rasul itu tidak boleh berpindah-pindah tempat.

Mengapa tidak boleh, bukankah dengan berpindah-pindah tempat makin banyak orang yang di-Injili?

Itu benar.

Berarti benar juga bahwa tujuan penginjilan mereka bukanlah kuantitas.

Terlepas dari itu, ada kemungkinan lain yang terkait dengan kehidupan di dunia nyata, yaitu ada guru keliling yang mengajar sebagai mata pencariannya (“profesional”).

Guru keliling itu suka berpindah-pindah tempat untuk meningkatkan penghasilannya.

Nah, mungkin untuk membedakan utusan Yesus dan guru keliling itu, utusan Yesus dilarang berpindah-pindah tempat.

D.4. Siap untuk ditolak

6:11 Dan kalau ada suatu tempat yang tidak mau menerima kamu dan kalau mereka tidak mau mendengarkan kamu, keluarlah dari situ dan kebaskanlah debu yang di kakimu sebagai peringatan bagi mereka.”

Pesan Yesus yang terakhir di Markus 6:11 itu berbicara tentang kesiapan para rasul jika mereka ditolak.

Alih-alih menjanjikan para rasul-Nya pasti “sukses” (diterima), Yesus malah memberi peringatan dini bahwa mereka mungkin akan ditolak.

Yesus juga memberi instruksi yang jelas seandainya mereka ditolak:
“Keluarlah dari situ dan kebaskanlah debu ….”

Tentu saja itu instruksi yang jelas buat murid Yesus dan jemaat Markus.

Namun, instruksi itu mungkin kurang jelas buat kita: apa maksudnya “kebaskanlah debu”?

Maksud “kebaskanlah debu” mungkin sudah dijawab oleh teks, yaitu “sebagai peringatan bagi mereka”.

Masalahnya, apa maksudnya “sebagai peringatan bagi mereka”?

Nah, masalah itu terkait dengan masalah terjemahan.

Itu terjemahan TB1 yang salah dan sudah dikoreksi dalam terjemahan TB2.

Penerjemah NRSV dan NIV menerjemahkan frasa “eis marturion autois” (Yun.) dengan “as a testimony against them”.

(NRSV) If any place will not welcome you and they refuse to hear you, as you leave, shake off the dust that is on your feet as a testimony against them.”

(NIV) And if any place will not welcome you or listen to you, shake the dust off your feet when you leave, as a testimony against them.”

Sejalan dengan terjemahan Inggris itu, penerjemah TB2 memperbaiki terjemahannya menjadi begini:

6:11 Kalau ada suatu tempat yang tidak menerima kamu dan tidak mendengarkan kamu, keluarlah dari situ dan kebaskanlah debu yang di telapak kakimu sebagai kesaksian terhadap mereka!”

Istilah “marturion” atau “kesaksian” (testimony) itu banyak dipakai dalam konteks pengadilan atau penghakiman Yahudi.

Markus, misalnya, banyak memakai istilah itu ketika Yesus dihakimi di Sanhedrin, mahkamah agama Yahudi (Mrk. 14:55-59).

Dalam kasus penghakiman terhadap Yesus itu, Sanhedrin gagal mendapatkan dua saksi atau dua kesaksian yang sama atau berkesesuaian.

Bahkan Markus tampaknya menghumorkan pengadilan dagelan itu dengan mengatakan bahwa bahkan banyak kesaksian palsu pun tidak ada yang sama sehingga tidak memenuhi syarat minimal dua kesaksian itu (Mrk. 14:56, 59).

Sudah banyak, palsu, tidak ada yang sama pula! K-e-t-e-r-l-a-l-u-a-n!

Nah, sekarang kita bisa kembali ke Markus 6:11:
apa maksudnya “as a testimony against them” (NRSV, NIV) atau “sebagai kesaksian terhadap mereka” (TB2)?

Menurut sy, jawabannya ada di ayat selanjutnya, ay. 12.

D.5. Pertobatan dan Kerajaan Allah

6:12 Lalu pergilah mereka memberitakan bahwa orang harus bertobat,
6:13 dan mereka mengusir banyak setan, dan mengoles banyak orang sakit dengan minyak dan menyembuhkan mereka.

Selain memberi pelayanan pengusiran setan dan penyembuhan penyakit, para rasul itu ternyata juga memberitakan bahwa orang harus bertobat.

Itu berarti hal yang mereka lakukan sama dengan yang dilakukan Yohanes Pembaptis dan Yesus (Mrk. 1:4; 1:15).

1:4 demikianlah Yohanes Pembaptis tampil di padang gurun dan menyerukan: “Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu.”

1:14 Sesudah Yohanes ditangkap datanglah Yesus ke Galilea memberitakan Injil Allah,
1:15 kata-Nya: “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!”

Mengapa orang harus bertobat?

Pertama-tama, orang harus bertobat dan dibaptis supaya dosanya diampuni Allah (Mrk. 1:4).

Kedua, orang harus bertobat dan percaya kepada Injil sebagai persiapan untuk menyambut Kerajaan Allah atau untuk “masuk ke Kerajaan Allah” (Mrk. 1:15).

Nah, sekarang kita bisa kembali ke Markus 6:11:
apa maksudnya “sebagai kesaksian terhadap mereka” (TB2)?

Maksudnya, dua rasul yang ditolak itu adalah saksi bahwa penghuni rumah itu telah menolak mereka dan tidak bertobat.

Kesaksian mereka itu sah karena kesaksian itu diberikan oleh dua orang saksi.

Nah, hal ini juga menjadi jawaban atas pertanyaan di ayat 7: mengapa diutus berdua-dua?

Mereka diutus berdua-dua karena mereka adalah saksi sah bagi Kristus sekaligus saksi sah terhadap orang yang menolak mereka.

E. Menyatukan dua perikop?

Di awal ulasan ini sy berpendapat bahwa penyatuan dua perikop Markus 6:1-6a dan Markus 6:6b-13 kurang cocok atau kurang tepat.

Namun, masalahnya, tim RCL “sudah” menyatukannya sebagai bahan khotbah.

Jadi, pilihan pengkhotbah hanya ada dua.
Pilihan pertama: fokus pada satu perikop saja dan menomorduakan perikop lainnya.
Pilihan kedua: menyatukan keduanya.

Sejauh ini, ulasan sy lebih mendukung pilihan pertama, yaitu fokus pada satu perikop saja.

Sekarang, sy ingin mencoba “menyatukan” keduanya.

E.1. Apa tema penyatu kedua perikop?

Untuk menyatukan dua perikop, kita membutuhkan unsur penyatu.

Salah satu unsur penyatu itu adalah tema atau topik tertentu.

Nah, menurut sy, satu tema yang bisa diangkat dari kedua perikop itu adalah tema “Penolakan terhadap pemberita Injil Kerajaan Allah”.

Yohanes Pembaptis memberitakan bahwa orang harus bertobat supaya dosa mereka diampuni Allah (Mrk. 1:4).

Yesus pun menyerukan orang harus bertobat dan percaya kepada Injil untuk menyambut Kerajaan Allah (Mrk. 1:15).

Terakhir, para rasul pun diutus Yesus untuk memberitakan bahwa orang harus bertobat dan beriman kepada Yesus (Mrk. 6:12; 6:14).

Dalam melaksanakan tugas pemberitaan Injil itu, mereka semua sebenarnya melaksanakan tugas dari Allah sebab Kerajaan Allah adalah milik Allah.

Dalam tugas penginjilan itu, mereka tentunya berharap akan diterima dan orang menjadi beriman kepada Yesus.

Sayangnya, ada risiko lain yang bisa terjadi pada mereka, yaitu penolakan.

Yesus sudah ditolak di Nazaret (Mrk. 6:1-6a).

Yohanes Pembaptis bahkan dibunuh di episode selanjutnya (Mrk. 6:14-29).

Selanjutnya, Yesus pun akhirnya dibunuh juga di babak terakhir Injil Markus (Mrk. 14:1-15:41).

Nah, bagaimana dengan para rasul utusan Yesus?

Mereka pun kurang lebih akan mengalami penolakan juga sebagaimana tersirat dalam instruksi mengenai hal yang harus mereka lakukan jika mereka ditolak (Mrk. 6:11).

Namun, sekalipun ada risiko ditolak, tugas pemberitaan Injil itu tetap harus dilaksanakan.

Seruan tentang pertobatan tetap harus diberitakan dan kesaksian tentang Yesus tetap harus disampaikan.

Jika saksi bagi Kristus itu ditolak, mereka pun akan menjadi saksi atas penolakan itu.

E.2. Kesimpulan

Untuk menyatukan dua perikop di Markus 6:1-6a dan Markus 6:6b-13 tampaknya kita perlu “menambahkan” satu perikop lagi, yaitu Markus 6:14-29 “Yohanes Pembaptis dibunuh”.

Dengan menambahkan satu perikop itu, tema “Penolakan terhadap pemberita Kerajaan Allah” menjadi lebih tampak.

Tentu saja, Markus 6:14-29 tidak perlu dibacakan kepada jemaat.
Cukuplah pembunuhan atas Yohanes Pembaptis itu disinggung untuk menguatkan tema khotbah.

F. Penasaran: Kok tidak ada nama Yusuf?

Dalam perincian keluarga Yesus di Markus 6:3 itu, nama “Yusuf” sebagai suami Maria atau “ayah” Yesus tidak ada.

6:3 Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?” Lalu mereka kecewa dan menolak Dia.

Bahkan, di seluruh Injil Markus, nama ayah Yesus sama sekali tidak ada.

Mengapa nama Yusuf atau rujukan ke nama ayah Yesus sama sekali tidak ada?

Bagi masyarakat Yahudi yang patriarkal, itu hal yang sangat janggal.

Dalam budaya patriarkal, seorang anak dikenal karena ayahnya: si B anak si A.
Contohnya: Efron bin Zohar, Yosua bin Nun, Saul bin Kish, dan Daud bin Isai.

Sebagaimana kita lihat juga dalam “Silsilah Yesus” baik di Matius maupun Lukas, ayah atau nama ayah itu sangat penting.

Jadi, mengapa nama Yusuf tidak disebutkan bahkan ketika “kesempatan” untuk menyebutkannya tersedia di Markus 6:3?

Pertama-tama, sy harus katakan bahwa membahas atau menafsir dari sesuatu yang tidak ada tentunya kurang memiliki dasar atau bukti seperti kata sebuah ungkapan: “The story didn’t tell.”

Dengan kata lain, jika ceritanya itu sendiri tidak menceritakan apa-apa tentang hal itu, besar kemungkinan penjelasan kita tentang hal itu hanyalah “cerita baru” buatan kita sendiri.

Mending kalau “cerita baru” itu masih sejalan dengan cerita aslinya; bagaimana kalau bertentangan dan mengacaukan pemahaman terhadap cerita aslinya?

Namun, sekalipun demikian, sy akan tetap berusaha mencari penjelasannya demi penasaran sy atas kejanggalan di Markus 6:3 itu.

Pertama-tama, apakah Markus tidak tahu siapa nama suami Maria atau ayah Yesus?

Seandainya ia tidak tahu, ia tentunya bisa mencari tahu sebab ketiga penulis Injil lainnya saja bisa tahu bahwa ayah Yesus adalah Yusuf (Mat. 1:1-2:23; Luk. 1:26-38, 2:1-7, 3:23, 4:22; Yoh. 1:45, 6:42).

Jadi, argumen bahwa Markus tidak tahu tampaknya terlalu lemah.

Namun, argumen sebaliknya, yaitu bahwa Markus tahu, juga masih harus dijelaskan.

Jika Markus tahu, mengapa ia tidak menuliskannya?

Ada pendapat bahwa pada saat Yesus dewasa dan melayani, Yusuf sudah lama meninggal dunia sehingga namanya tidak perlu disebutkan.

Menurut sy, argumen “Yusuf sudah lama meninggal” itu lemah sebab semua orang yang sudah meninggal di dunia nyata tetap bisa diceritakan sebagai tokoh yang masih hidup di dunia cerita.

Lagi pula, apa salahnya jika seseorang disebut anak Si Anu sekalipun Si Anu sudah meninggal?

Penyebutan nama semua ayah yang sudah lama meninggal di dalam “Silsilah Yesus” di Matius dan Lukas secara tidak langsung juga mematahkan argumen “Yusuf sudah lama meninggal”.

Singkat kata, sy ingin mengatakan bahwa Markus sengaja menghilangkan nama Yusuf dari Injilnya.

Masalahnya, mengapa ia sengaja menghilangkan nama Yusuf?

Ada pendapat bahwa Markus mungkin menganut semacam teologi Inkarnasi seperti di Injil Yohanes atau teologi Kelahiran Ajaib seperti di Injil Matius dan Lukas sehingga Markus tidak membutuhkan “Yusuf” sebagai suami Maria atau ayah Yesus.

Argumen teologis itu menarik tetapi agak lemah untuk dipertahankan karena:

  • di satu sisi, Markus sendiri tidak memiliki “Prolog” seperti di Injil Yohanes dan tidak memiliki “cerita Natal” seperti di Injil Matius dan Lukas; artinya, bukti tekstual untuk dugaan teologi Markus itu tampaknya tidak ada;
  • di sisi lain, penulis Injil lainnya yang memiliki teologi semacam itu tetap bisa menyebutkan nama “Yusuf” sebagai suami Maria atau ayah Yesus; artinya, adanya teologi semacam itu tidak serta-merta membuat penulis Injil enggan menulis nama ayah Yesus.

Jadi, argumen teologis seperti di atas agak lemah.

Untuk mempersingkat diskusi, sy langsung pada argumen sy.

Markus tampaknya sengaja menghapus nama Yusuf dari Injilnya karena alasan teologis.

Ia menolak teologi bahwa Yesus adalah Mesias keturunan Daud karena teologi kemesiasan semacam itu mungkin dianggap terlalu bersifat politis.

Dalam teologi kemesiasan yang dianggap terlalu bersifat politis itu, Sang Mesias diharapkan akan benar-benar mendirikan sebuah kerajaan dan ia benar-benar akan menjadi raja dari kerajaan tersebut.

Sang Mesias seperti itu akan menjadi pahlawan politis bangsa Israel dalam mengusir bangsa asing yang menjajah mereka.

Markus tampaknya tidak setuju terhadap teologi kemesiasan semacam itu sebab teologi semacam itu dianggap berasal dari Iblis dan bukan dari Allah (Mrk. 8:29-33).

Sejalan dengan penolakan atas teologi kemesiasan semacam itu, Markus pun menghapus nama “Yusuf”.

Nama “Yusuf” perlu dihapus sebab Markus tahu bahwa nama itu secara tradisional akan menghubungkan Yesus ke Daud dan hal itu ingin dihindari Markus.

Jadi, dalam argumen ini sy mengandaikan bahwa Markus sebenarnya mengetahui dua hal ini:
(1) nama ayah Yesus adalah Yusuf dan
(2) Yusuf ini dianggap keturunan Daud (entah melalui garis keturunan Salomo seperti versi Matius, entah melalui garis keturunan Natan seperti versi Lukas).

Darimana Markus mengetahui kedua hal itu?

Mungkin Markus mengetahuinya dari tradisi jemaat awal sebagaimana tersirat di Injil Matius dan Lukas.

Itu sebabnya juga sy katakan bahwa nama Yusuf itu secara “tradisional” akan menghubungkan Yesus ke Daud.

Sending
User Review
0 (0 votes)
Tags

Add Comment

Klik sini untuk komentar